Semua berawal saat sofa di rumah patah kakinya dan jebol dudukannya karena dijadikan trampolin oleh Mbarep. Pamannya yang prihatin melihat kondisi sofa tersebut, menyarankan Mbarep ikut parkour. Olahraga yang intinya adalah melompat dari satu titik ke titik lainnya. Setelah mencari-cari di sosial media, saya menemukan kalau di Bandung ternyata ada komunitas parkour. Beberapa anggotanya berminat melatih anak-anak. Sudah setahun ini Mbarep ikut parkour. Sampai sekarang masih happy ikut latihannya. Jadi atlit sih nggak akan kayaknya, tapi paling nggak sekarang lompatnya nggak di sofa yang itu-itu saja. Merambah ke sofa-sofa lain. Jadi mereka bisa berbagi penderitaan satu sama lainnya.
Kegiatan fisik yang terarah untuk anak-anak memang jadi perhatian saya dan suami. Belajar dari pengalaman diri saya sendiri yang sekarang tidak menguasai olahraga apapun, saya ingin anak-anak saya punya dasar olahraga. Tidak perlu jago sampai jadi atlit, tapi supaya mereka punya suatu hal untuk ditekuni dalam waktu lama. Syukur-syukur sampai tua.
Hal ini rupanya sejalan dengan arahan dari sekolah Mbarep (dan calon sekolah Ragil) yang amat sangat concern pada kesiapan fisik anak sebagai bekal untuk belajar di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Fisik yang baik, terbukti mendukung daya tahan tubuh dan konsentrasi. Biar bisa duduk tenang dan fokus menghadapi majelis ilmu gaes. Jangan kayak Ibunya yang duduk diem 15 menit aja pegel-pegel. Terus jam 2 siang sudah nguap-nguap di kantor. Jompo sebelum waktunya.
Karena pentingnya kegiatan fisik ini buat kami, semenjak awal tahun ini, kesibukan saya, suami, Ibu mertua, dan bibi yang mengasuh anak-anak, bertambah dengan antar jemput bocah les. Mbarep les parkour, renang, sementara Ragil les gymnastic dan "pramuka".
Sebetulnya buat kami merupakan keputusan agak heroik mengikutsertakan anak-anak pada segala kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Sudahlah biayanya besar, waktu dan tenaga untuk antar jemputnya juga tidak sedikit. Tapi mari kita anggap saja ini investasi untuk bangsa dan negara, seperti diamanatkan dalam lagu Indonesia raya:
“Bangunlah Jiwanya Bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”Kalau lihat deretan kegiatan anak-anak can’t be helped merasa seperti Ibu-Ibu Korea di Crash Course Romance. Tapi tenang saja, saya nggak seambisius itu kok. Ada prinsip-prinsip yang saya dan suami pegang ketika memutuskan mengikutsertakan anak-anak di kegiatan ekstrakurikuler. Ini saya bagikan ya:
Jangan Memaksa
Kami dengan sadar menyadari, tidak ada hal baik yang akan dihasilkan dari pemaksaan. Seberbakat apapun anak di suatu kegiatan, kami tidak akan memaksakan dia mengikuti kegiatan tersebut, kalau dia tidak menikmatinya.
Jangan Hitung-Hitungan
Namanya anak-anak, apalagi balita, moodnya masih naik turun. Kalau sesekali Mbarep atau Ragil ngambek, nggak mau ikut latihan, saya dan suami tidak pernah membujuk dia mati-matian untuk tetap mengikuti kegiatan. Kalau mereka sedang tidak mau latihan, ya kami biarkan saja. Paling dibawa pulang kalau tidak kondusif dan mengganggu peserta lainnya. Tak usah hitung-hitung kerugian biaya les yang sudah dibayarkan. Hanya menambah kepusingan saja.
Konsisten adalah yang Utama
Buat kami ikut ekstrakurikuler itu bukan buat jadi jagoan. Tapi cari kegiatan rutin yang bisa konsisten dilakukan. Sampai jauh ke masa mendatang. Konsisten datang. Konsisten ikut latihan. Seperti kata pepatah: alah bisa karena biasa. Alon-alon asal kelakon. Lama-lama juga bisa kok. Biar yang jadi jagoan, Sadam dan Sherina sajalah (kemudian nyanyi)
Bukan untuk Saingan
Sejalan dengan prinsip nomor 3, ikut ekstrakurikuler juga bukan karena ingin mencari prestasi. Kalau ternyata berbakat dan bisa berprestasi ya syukur. Tapi kalau tidak, ya tidak ada masalah. Paling penting adalah bisa menikmati. Enjoy aja kalau kata iklan. Tantangan sesulit apapun asal senang dan tekun menjalaninya pasti akan bisa terlewati. Tidak perlu dibebani dengan harus jadi juara atau yang terhebat. Ingat kelinci saja kalah lomba lari dengan kura-kura. Walaupun dalam dongeng tentunya.
Penutup
Doa saya untuk anak-anak yang utama adalah mereka bisa tumbuh besar jadi orang yang tidak merepotkan. Tidak merepotkan diri sendiri, tidak merepotkan keluarganya sekarang dan nanti, juga tidak merepotkan umat agama dan masyarakat. Repotnya tidak sesederhana bikin riweuh orang disekitarnya ya. Kalau itu sih tergantung konteksnya. Kerepotan yang saya maksud adalah kerepotan yang merugikan. Melanggar dan menghalangi hak diri sendiri dan orang lain. Apalagi sambil mengambil yang bukan hak-nya. Kecanduan narkoba itu merepotkan diri sendiri, jadi koruptor itu merepotkan masyarakat, jadi orang tua/pasangan tidak bertanggung jawab itu merepotkan keluarga.
Tapi doa saja tentu tidak cukup, harus ada ikhtiar dari kami supaya anak-anak bisa tumbuh jadi orang yang tidak merepotkan. Memilih ekstrakurikuler yang sesuai adalah salah satu hal yang kami lakukan. Karena kami percaya, jika orang terbiasa memiliki fokus kepada hal-hal yang baik dan bermanfaat, maka kedepan tidak akan mudah mengalihkan fokus tersebut pada hal-hal yang merugikan. Demi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. (Kejauhan ya? haha) Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober: Investasi yang Ingin atau Sudah Dilakukan.
Waaahhhh ... Seneng banget liat anak-anak aktif gini ya teh. Jadi inget aku semacam wajibkan anak 3 buat les renang dan beladiri. Kalo Teteh malah pernah ikut panahan. Sekarang dia lagi suka skateboard he3 ...
ReplyDeleteDari ceritanya Teh Restu, aku jadi bayangin energinya anak-anak, MasyaAllah.
ReplyDeleteDuh aku seneng banget deh bacanya. Investasi yang tepat ini, Teh. I feel you banget, secara anakku atlet inline skate, anter les dan race bener-bener menguras jiwa, biaya, dan tenaga hehe. Tapi bahagia kalau anak berprestasi, apalagi karena kemauan sendiri. Lanjutkan!
ReplyDeleteVery well written, Restu. Mataku berkaca-kaca membaca doa yang dipersembahkan Restu padaNya untuk Mbarep dan Ragil. 🥹🥰Amiin aamiin ya Rabb. 🤲🏻
ReplyDelete***
Btw duduk diem 15 menit pegel-pegel mah bukan jompo atuh, melainkan seorang Mamah Kinestetik yang maunya gerak terus ehehe.
Seru-seru banget sih kegiatan anak-anak. Memang anak-anak segitu lagi punya banyak energi rasa ingin tahu yang besar. Kalau ada dananya, memang asyik ikut macam-macam. Aku jadi ingat, kalau di Jakarta ada yang namanya Rockstar Academy, tempat anak-anak bisa ikut berbagai macam kegiatan dengan 1 harga. Sepertinya cocok buat anak-anak yang suka mencoba macam-macam. Ternyata sudah ada cabangnya di Bandung. Di Pasir Kaliki.
ReplyDelete