Anthony Doerr, penulis dari satu-satunya buku pemenang Pulitzer yang saya baca, All The Light We Can Not See, pernah menulis dalam judul bukunya yang lain:
Rome is a Metropolitan Museum of Art the size of Manhattan, no roof, no display cases, and half a milliom combustion engines rumbling in the hallways. - Four Seasons in Rome: On Twins, Insomnia, and the Biggest Funeral in the History of the World -
Buku fiksi terbaik untuk cerita sebuah kota (sumber: simonandschuster.com)
Pada musim panas 2015, saya berkesempatan mengunjungi Roma. Sesuai julukannya, The Eternal City, Roma memiliki peradaban dengan riwayat yang lebih panjang dari kebanyakan kota besar di dunia. Landmark bersejarah memenuhi ibu kota Italia ini. Dari yang sangat populer seperti Colosseum, Basilika Saint Peter, dan Pantheon, hingga yang random seperti air mancur yang bertebaran di berbagai sudut kota.
Roma adalah kota dimana dunia lampau dan modern berbaur. Saksi bisu perkembangan perdaban manusia (Sumber: carrani.com)
Sebelum saya pergi kesana, pengetahuan akan kebudayaan bangsa Romawi kebanyakan saya dapatkan dari buku fiksi seperti Pompeii Robert Harris, Angels and Demon - Dan Brown, komik tokoh dunia Elex Media, hingga komik Asterix dengan Julius Caesar sebagai tokoh antagonis di dalamnya. Jadi bisa dibilang pengetahuan saya agak sporadis.Walaupun begitu cerita-cerita di buku tersebut sukses membuat saya penasaran dengan Roma. Bahkan sampai datang dua kali ke sana.
Julius Caesar di Asterix. Bikin salah kaprah soal sejarah (sumber: thedailybeast.com)
Pada kunjungan pertama, empat hari penuh saya dan suami habiskan di kota tersebut. Mengunjungi berbagai landmark terkemuka. Dari berbagai tempat yang kami kunjungi, salah satu yang paling berkesan, dan paling underrated, adalah saat kami menjelajahi pusat kekaisaran Romawi kuno: Kawasan Palatine Hill, Roman Forum, dan Colosseum.
Saya bilang underrated karena kebanyakan orang hanya masuk ke Colosseum atau bahkan hanya berfoto di depannya.Wajar karena Colosseum masih tegak berdiri dengan gagahnya sebagai salah satu keajaiban dunia. Sementara apa yang tersisa di Palatine Hills dan Roman Forum kebanyakan hanya berupa puing-puing belaka. Padahal disanalah kisah tentang salah satu kekaisaran terbesar dan terjaya tersebut bermula. Dari sebelum masehi hingga beberapa ratus tahun setelahnya.
Kala itu kami membeli tiket terusan VIP untuk masuk ke tiga tempat tersebut. The perks of being (unintentionally) childfree: bisa menghabiskan uang dan waktu untuk menjelajah yang ingin dijelajahi. Tadinya sih niatnya hanya supaya bisa skip antrian yang mengular, tapi karena suami ogah rugi setelah membayar tiket yang cukup mahal, sekitar 35 euro seorang, "terpaksa" kami menjelajahi kawasan historis itu seharian penuh. Ditengah-tengah heat wave Eropa 2015. Sungguh kalau ingat panas udara dan sinar matahari saat itu, saya jadi heran, kok bisa sekuat itu jalan seharian. Naik turun bukit dan lembah. Padahal di Bandung, mau ke ATM di gedung seberang saja harus pakai mobil. Jompo.
Tapi lumayan lah, karena panas-panasan waktu itu saya jadi bisa bragging cerita sedikit tentang sejarah Romawi.
Untuk bisa lebih memahami cerita saya, mari gunakan bantuan situs Google Earth. Lumayan jalan-jalan virtual. Biar kebayang kondisi kota. Walaupun kalau internet lelet gambarnya jadi samar-samar.
Daerah yang ditandai warna merah ini luasnya sekitar 6 hektar. Seharian itu kami keliling disana, melihat puluhan situs bersejarah. Mencoba memahami sejarah yang terlalu penjang untuk ingatan kami yang pendek.
Daerah yang ditandai warna merah ini luasnya sekitar 6 hektar. Seharian itu kami keliling disana, melihat puluhan situs bersejarah. Mencoba memahami sejarah yang terlalu penjang untuk ingatan kami yang pendek.
Colosseum
Perjalanan kami layaknya kebanyakan turis lainnya dimulai dari Colosseum. Colosseum adalah Amphiteater terbesar yang pernah dibangun manusia dan masih utuh sampai sekarang. Konon kapasitasnya mencapai 80.000 orang. Mengingat arsitektur ini berdiri sejak tahun puluhan masehi, tak salah didapuk jadi salah satu keajaiban dunia.
Buat saya, ketika mendengar tentang Colosseum, pasti langsung mengaitkannya dengan Julius Caesar. Satu-satunya tokoh Romawi yang saya kenal. Gara-gara komik Asterix tentu saja. Padahal pencetus kekaisaran Romawi itu tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di Colosseum. Karena Colosseum baru dibangun puluhan tahun setelah pembunuhan diktator tersebut.
Anyway, walaupun paling terkenal, Colosseum sejatinya "hanyalah" tempat hiburan. Sejarah yang sebenarnya ada di kawasan sekelilingnya
.
Colosseum didirikan oleh Kaisar Vespasian di atas Stagnum Neronis atau danau buatan yang dibangun oleh pendahulunya, Kaisar Nero. Prinsip orang Romawi ini memang sedikit banyak seperti judul salah satu lagu hits Noah (Peterpan) "Menghapus Jejakmu". Setiap terjadi perebutan kekuasaan, peninggalan kaisar terdahulu yang "berseberangan" sebisa mungkin dihancurkan, diganti dengan struktur baru (sumber: robbreport.com)
Palatine Hill
Bukit ini adalah salah satu dari 7 bukit yang ada di Roma. Paling termahsyur karena sejarah dan mitos yang melekat disana. Palatine Hill dipercaya sebagai lokasi gua tempat dimana Romulus, pendiri kota Roma, dan saudara kembarnya Romus, ditemukan dan diasuh oleh Lupa (namanya memang Lupa, bukan karena saya lupa), seorang manusia serigala.
Sejak zaman dulu kala, Palatine Hill atau dalam bahasa Itali disebut Colle Palatino, merupakan kawasan elite. Sebelum masa kekaisaran, bukit tersebut berisi rumah para crazy rich Roman. Lalu mulai masa kekaisaran pertama, Augustus, di kawasan ini mulai dirikan kompleks istana. Selain karena elite sejak semula, lokasinya memang paling strategis untuk melihat seluruh kota Roma. Kata palatine sendiri merupakan akar kata dari palace. Istana.
Kami masuk kawasan Palatine Hill dari gerbang yang ada di depan Circus Maximus. Sebuah arena balap kereta kuda. Dari sana kami menjelajahi satu persatu reruntuhan bangunan di kawasan kuno ini: domus (tempat tinggal), kuil, kebun, taman, tempat mandi, gelanggang olahraga, dan sebagainya. Ada yang cukup utuh, ada yang benar-benar hanya tinggal tumpukan batu.
Suami yang rajin, membaca satu persatu semua penanda, penjelasan, prasasti, dan peta. Sementara isterinya, yang pemalas, menyerah setiap kali membaca kalimat pertama, lalu sibuk mencari bayangan pepohonan buat berteduh. Pantas dia dulu lulus dengan predikat cum laude sementara saya kemelud. Tapi percayalah, sejarah + panas bukan kombinasi yang baik untuk otak.
Roman Forum
Landmark terakhir yang kami kunjungi di kawasan ini adalah Forum Romanum (Roman Forum). Piazza (alun-alun) di sebuah lembah yang menjadi jantung kehidupan Romawi kuno. Sesuai namanya, tempat ini merupakan lokasi bangsa Romawi mengadakan berbagai forum atau pertemuan sosial, politik dan keagamaan.
Pemandangan Roman Forum dari Palatine Hill. Diambil dari Terraza Belvedere Del Palatino. Dari teras ini bisa dilihat pemandangan Colosseum, Capitoline Hill (yang dipercaya sebagai tempat pertemuan para dewa), dan monumen nasional Victor Emanuelle II.
Pemandangan Palatine Hill dan Roman Forum dari Via Dei Fori Imperiali (jalan utama di kota Roma yang menghubungkan Piazza Venezia dengan Colosseum). Pemandangan ini adalah salah satu kesukaan saya. Kalau bukan karena suara kendaraan bermotor, pasti tidak mengira kalau tempat ini ada di tengah sebuah kota metropolitan.
Di wilayah seluas 2 hektar ini berdiri berbagai situs: tempat pertemuan, gedung pemerintahan, kuil pemujaan, monumen kemenangan, juga patung-patung para tokoh Romawi ternama. Setelah ratusan tahun menjadi pusat kegiatan bangsa Romawi, Roman Forum mulai ditinggalkan saat ibu kota kekaisaran Romawi dipindahkan ke Constatinople pada tahun 330 Masehi.
Salah satu situs yang menarik di Roman Forum adalah sisa-sisa makam Julius Caesar. Cukup humble dibandingkan makam tokoh-tokoh terkenal lain yang pernah saya lihat.
Katanya sunrise di Roman Forum sangat cantik. Tapi berhubung saat kami kesana sedang summer, tentu kami tidak berminat pergi jam 3 pagi hanya untuk melihat sunrise.
Paling memorable buat saya dari Roman Forum adalah saat menyusuri Via Sacra. Jalanan utama Romawi kuno, yang membentang dari Capitoline Hill, membelah Roman Forum, hingga Colosseum. Rute wajib dilalui saat perayaan setiap kali tentara Romawi pulang membawa kemenangan. Jalur yang persis sama dengan yang dilalui orang-orang yang hidup 2000 tahun lalu. Bahkan Julius Caesar dan Augustinus. How cool is that?
Via Sacre di tengah Roman Forum
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April tentang Landmark Kota (Dalam/Luar Negeri) yang sudah/ingin dikunjungi.
Kami juga paling suka Roman Forum! Dan emang kurang populer. Buktinya, kami yg ga pesen tiket bisa beli tiket terusan di sana tanpa lama ngantri. Habis itu baru ke Coloseum, udah pegang tiket, jadi tanpa ngantri panjang! Hihihi...
ReplyDeleteaku jadi pengen baca bukunya Anthony dan pengen ke Roma juga, banyak maunya ya, tapi siapa tahu dikabulkan karena ini bulan puasa haha
ReplyDeleteAaaaa Mamah Restu, ku ngiler baca pengalaman berkunjung Restu ke Roma. Apalagi kalau sudah wisata historis, mupeng ehehe.
ReplyDeleteLihat foto Colosseum jadi ingat Gladiator ketika duel antara budak-budak sampai mati. May they rest in peace...
Basilica Saint Peter sudah dari dulu menjadi impian destinasiku. Semoga terwujud ya. Amiin. :)
Roma itu jantung peradaban barat. Sejarah bangsa barat kerap mengacu pada peradaban Yunani dan Romawi. Baca tulisan ini setelah kemarin nonton Lost Treasure of Rome, jadi inget cita-cita kecil jadi arkeolog. Hahaha. Jadi arkeolog mungkin ga kesampaian, tapi datang ke kota ini mudah-mudahan bisa keampean ya.
ReplyDeleteTeh restuuu haha lucu sekali kemasan ulasannya ttg icon kota Roma inii.. terima kasih ya teeeh, sudah ikut tantangan Landmark bulan ini 🤗
ReplyDeleteWuihhhh... Keren banget yaaa...
ReplyDeleteBaca blog teteh jadi kebayang jaman dahulunya lokasi tersebut kaya gimana...