Tahun 2022 saya mendapati diri saya berada di titik terendah dalam urusan kebugaran tubuh. Berat badan saya secara resmi masuk ranah obesitas di tengah pandemi. Menyebabkan munculnya berbagai keluhan kesehatan yang mengganggu kualitas hidup: kelelahan kronis, lesu berkepanjangan, ngantuk yang sering tak tertahankan, pegal-pegal, dan sebagainya. Bahkan bangun tidurpun rasanya super lelah. Seperti habis begadang semalaman.
Karena kelelahan, bahkan sejak awal hari, biasanya emosi saya jadi naik turun. Otak terasa penuh. Hati sering terasa tak tenang. Pikiran tak sabaran. Bahkan tak jarang diliputi kecemasan berlebihan. Pekerjaan banyak tertunda karena badan tidak mau diajak bekerja sama. Berat. Sementara otak terus berpacu. Kadang sampai tak terkendali. Seperti kerepotan mengejar suatu tenggat yang entah apa dan bikin hidup terasa ruwet. Padahal aktifitas sehari-hari ya begitu-begitu saja.
Walaupun begitu, berbagai alasan menghalangi, saat hati kecil berkata harus ada yang diubah. Biasalah. Trifecta alasan: nggak sempat, repot, dan mahal.
Sampai akhirnya, di pertengahan bulan Desember 2022, sisi samping kiri kepala saya saya terasa sakit sekali. Bukan pusing. Tapi sakit. Nyeri. Seperti ada yang mencengkeram kepala saya erat-erat lalu menariknya keatas, berusaha melepaskan tengkorak saya dari organ-organ yang dilindunginya.
Seminggu saya bertahan, menganggap hal tersebut bukan masalah besar. Karena beberapa minggu sebelumnya hidup saya sedang hectic sekali, sampai kurang tidur. Wajar sepertinya kalau pusing.
Toleransi saya terhadap rasa sakit kebetulan memang tinggi, bahkan saat sakit kepala tersebut, saya masih sempat pergi ke Jakarta. Berkunjung ke sana kemari. Bermodal menenggak parasetamol di setiap kesempatan. Agar bisa berfungsi agak normal.
Tapi ketika sakit kepala semakin menghebat, sementara obat pereda nyeri yang ada sudah tak mempan lagi, akhirnya saya menyerah dan segera memutuskan pergi ke dokter.
"Darah tinggi", kata Dokter umum yang saya temui, sambil menuliskan surat pengantar cek darah untuk memeriksa kadar kolesterol, asam urat, kadar gula dalam darah, dan berbagai indukator lainnya. Tekanan darah saya saat pemeriksaan itu mencapai 160/90.
Hasil tes lab menunjukkan badan saya mulai nggak beres. Semua indikator ada bintangnya. Walaupun tidak jauh-jauh amat dari batas atas. Cuma yang paling bikin ngeri adalah diagnosa pra diabetes melitus. Apa jadinya kalau beneran jadi diabetes?
Dokter umum meresepkan berbagai macam obat. Seumur hidup baru kali itu saya harus minum obat sebanyak itu. Tapi ternyata terdiam selama 2 jam di rumah sakit, menunggu hasil lab dan dokter, dengan sakit kepala yang semakin menghebat dan menahan keinginan yang memuncak untuk kabur ke IGD, adalah titik balik saya untuk melakukan perubahan.
Atas dukungan suami, malamnya saya langsung pergi untuk konsultasi ke dokter gizi. Karena akar masalah kesehatan saya sepertinya adalah gaya hidup yang kacau dan obesitas. Maka itu yang pertama kali harus diatasi.
Dari Google saya pilih satu dokter gizi klinis yang ada di Bandung. Dr. Gaga Irawan namanya. Praktik di Kimia Farma Sulanjana. Sepertinya cukup viral, walaupun nggak seviral Dr. Joko di Jakarta yang sudah melangsingkan banyak artis. Haha. Dari hasil pemeriksaan pertama umur biologis saya 1.5 kali lipat umur saya yang sebenarnya. Ya ampun, memang jompo ternyata π Sayapun didiagnosis dengan obesitas stadium 2.
Sekarang sudah 1 bulan saya ikut program diet. Setiap hari makan hampir 1 kg sayur, 1/2 kg buah, dan minum 3 liter air. Nggak minum manis dan nggak makan tepung apapun sekalipun. Seumur-umur belum pernah saya makan sesehat itu.
Lalu apakah setelah diet langsung jadi kurus? ya nggak juga. Kemajuannya lambat kalau tujuannya langsing saja. Sebulan ini saya cuma turun 2.5 kg. Masih ada di cengkeraman status obesitas. Cumaaa...dari sisi mental kok ya jauh banget ya. Karena badan saya rasanya jauh enakan: nggak gampang pegal dan bloating yang bikin saya kesal dan cepat capek. Saya merasa jadi lebih kalem.
Nggak gampang emosian. Nggak serudak seruduk. Nggak gedubrakan. Bahkan sepulang kerja, bisa dengan sabar menghadapi anak-anak, bak Ibu-Ibu di instagram πTeman-teman saya bahkan sampai kagum, karena saya jadi jarang mengeluh. Biasanya baru bangun saja langsung ngeluh π΄ Payah ya? Bukannya bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup.
Saya sampai heran sendiri. Di kantor juga lebih produktif, padahal biasanya setelah makan siang hawanya sudah ingin rebahan saja. Sekarang sampai jam pulang masih strong. Padahal nggak minum multivitamin apapun.
Memang benar kata orang: you are what you eat.
Tapi saya nggak mengira efeknya secepat itu. Setelah saya pikir-pikir, mungkin nggak makan daging merah juga sangat berpengaruh. Saya ini bisa dibilang karnivora. Makan daging setengah kilo sekali makan ya biasa saja. Makanya badan saya biasanya hawanya panas. Sekarang karena lebih memilih makan ikan untuk mengejar target protein dan banyak sayur untuk target serat, badan saya rasanya jadi lebih adem.
Mungkin tadinya dalam tubuh saya bak medan perburuan di padang rumput yang gersang, sekarang bagai telaga dengan banyak ikan berenang, dikelilingi rimbun pepohonan. Analogi macam apa itu? haha.
Makanya sekarang kalau di kantor ada orang kerjaannya ngomel-ngomel saja, saya langsung bilang: cobain berhenti makan daging merah terus makan sayur sehari sekilo deh. Pasti jadi kalem.
Di balik badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ternyata efek ke mental karena hidup sehat jauh lebih bermanfaat daripada sekedar langsing saja. Doakan semoga istiqomah ya. Sampai badan saya normal kembali. Syukur-syukur balik lagi ke badan zaman suami saya naksir saya pertama kali. Hahaha. Amini sajalah ya.
Wah teh Restu, akupun syok beberapa bulan ini cek timbangan. Akhirnya berusaha sendiri biar lebih banyak makan sayur, less makan nasi. Olahraga diusahakan jalan terus. Pengen puasa rutin. Lumayan deh, paling ngga body lebih enak rasanya. Semoga kita sehat terus ya
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah progress ya Mah Restu. Insha Allah ikhtiarnya berhasil, dan goal Restu tercapai. Sehat walafiat selalu Mah Restu. :)
ReplyDeletePenasaran, makan 1 kg sayuran per hari tuh diapain sama Restu? Dijus, dikukur, direbus, atau diapain?
Aamiin... Hehehe... Kesehatan yang utama teh. Berat badan itu ... salah satu indikasinya! π Hiks, aku juga perlu nurunin bb nih. Yuk yuk semangaaattt π€
ReplyDelete