Awal yang Salah Kaprah
Trial di sekolah ini berlangsung selama 3 hari. 2 hari offline di sekolah, 1 hari online dari rumah. Berlangsung di awal bulan Februari. Ada jeda cukup lama dengan Gelar Griya. Jauh lebih lambat dari kebanyakan sekolah yang proses penerimaannya sudah selesai di akhir tahun. Tapi tidak masalah, kan sudah dibilang bahwa sekolah ini memang berbeda.
Mbarep sebetulnya cukup excited untuk trial di sekolah ini. Sudah kami sounding dari jauh - jauh hari. Kamipun tidak sabar menunjukkan sekolah ini ke dia karena merasa dia pasti akan senang disana. Tapi yang sedikit menjadi masalah adalah jadwal trial offline hari pertama jatuh di hari Senin jam 10.30. Senin adalah hari paling sulit dari semua hari di sepanjang minggu, sementara jam 10.30 adalah jam nanggung waktu bagian bosan anak saya di rumah. Kombinasi keduanya benar - benar menguji kesabaran. Haha.
Karena trialnya berlangsung 2 hari, rencananya hari pertama saya yang mengantar sementara suami mengantar di hari kedua. Di hari pertama, saya membuat beberapa kesalahan yang membuat siang itu sangat melelahkan. Kesalahan yang pertama adalah pergi mengantarkan suami ke kampus, meninggalkan Mbarep di rumah, tanpa memberikan briefing yang cukup tentang rencana hari itu pada orang rumah. Anak saya punya jadwal harian yang rutin dan dia cukup resisten pada perubahan. Artinya kalau ada agenda yang membuat jadwal rutinnya berubah, dia tidak bisa disuruh - suruh untuk langsung menyesuaikan diri. Bisa malah ngadat. Seperti yang terjadi siang itu.
Tiga Perempat Jam yang Panjang
Sementara saya pergi mengantar suami, Mbarep ditinggal di rumah dengan kakek, nenek, dan para pengasuh. Sebetulnya mungkin semua orang bermaksud membantu. Tau kalau dia akan ikut trial, mereka meminta Mbarep untuk bersiap - siap. Agar ketika saya datang sudah siap untuk pergi. Tapi ya itu tadi, anaknya punya sifat semakin disuruh - suruh semakin dia melawan. Apalagi kalau semua orang bicara bersamaan. Makin dia pusing dan makin dia tidak mau dengar.
Sepanjang perjalanan feeling saya sudah tidak enak. Betul saja, sesampainya di rumah, saya mendengar teriakan - teriakan, dan ketika masuk menemukan Mbarep sedang histeris di depan kamar mandi.Teriak - teriak menolak untuk mandi. Masuk ke kesalahan saya yang kedua, yaitu tidak menenangkan dia dulu malah setengah memaksa dia untuk langsung mandi. Harapan saya semakin cepat dia mandi dan bersiap semakin cepat kami bisa pergi dan menenangkan diri. Harapan saya tidak terkabul. Mbarep malah semakin histeris. Setelah mandi dia menolak pakai baju. Nangis teriak - teriak. Melempar semua barang di kamar mengeluarkan semua bajunya dari lemari. All hell break loose kalau istilah dramatisnya.
Kesalahan saya yang ketiga adalah tidak bersikap tenang dan malah mengikuti emosi. Bisa dibilang siang itu saya ikutan tantrum juga. Kesal sekali saya karena sudah menunggu lama untuk ikut trial ini tapi terancam gagal karena Mbarep ngadat. Merutuki diri sendiri karena lupa untuk memberitahu orang - orang rumah agar membiarkan saja Mbarep sampai saya datang. Meminimalkan risiko tantrum. Toh saya sudah spare waktu yang cukup untuk membantu dia bersiap dan melakukan perjalanan.
Emak Ikut Tantrum
Tantrum Mbarep hari itu jauh lebih dahsyat daripada tantrum dia sebelum - sebelumnya. Sampai 45 menit kami habiskan untuk saling teriak, dengan saya mengatakan berbagai macam hal, mulai dari bujukan, rayuan, ancaman, hingga vonis hukuman. Sampai suatu saat setelah saya mulai merasa sangat lelah dan sudah pasrah akan menyerah. Tetiba Mbarep jadi tenang sendiri. Entah kenapa. Mungkin janji saya untuk membawanya makan eskrim dan lihat - lihat toko mainan sepulang dari trial baru merasuk ke dalam jiwanya dan cukup jitu untuk menenangkan hatinya.
Dalam waktu 5 menit langsung saya membawanya ke mobil dan kami sampai tepat ketika trial akan dimulai. Mbarep tidak dalam kondisi terbaiknya. Matanya bengkak, mukanya sembab, dan saya tau dia kelelahan setelah menangis lama. Karena kekeuh hanya mau pakai baju dan celana yang dia ambil, dan kayaknya hanya asal sambar saja dari tumpukan pakaian yang dia buang keluar lemari, baju yang dia pakai hari itu adalah baju tidur yang di bagian tengkuknya ternyata bolong. Celananya untungnya tidak bolong, tapi sudah lusuh dan karetnya sudah kendur sehingga sering melorot 🙈 Dibandingkan anak - anak lain yang datang trial dengan rapi, ceria, dan menggunakan baju bagus. Tampilan Mbarep agak tidak biasa. Nggak papalah pikir saya. Apa adanya haha.
Happy Ending
Selesai trial dia cukup happy. Langsung bilang sendiri "Ibu aku cocok sekolah disini". Saya bilang ya berdoa saja, soalnya belum tentu keterima haha.
Hari keduanya dia jauh lebih semangat untuk pergi. Dari pagi sudah menanyakan kapan berangkat dan dengan happy menuruti semua kata-kata saya untuk bersiap dan pergi. Hari ketiga trial yang dilaksanakan secara online juga berhasil. Dia mau duduk tenang mengikuti instruksi guru. Lumayan. Haha.
Paparan Hasil dan Ngobrol dengan Kepala Sekolah
Paparan hasil dilakukan sekitar 3 minggu setelah trial, secara online melalui gmeet privat dengan guru yang bertugas sebagai PJ Trial. Di paparan ini guru-guru tersebut menjelaskan secara detail apa saja yang dilakukan anak saat trial lalu bagaimana sikap dan reaksinya terhadap program trial tersebut. Alhamdulillah diluar ekspektasi kami ternyata si Mbarep bisa menyesuaikan diri. Semua aspek tumbuh kembangnya dinilai sesuai dengan umurnya. Ada yang lebih di bagian imajinasi dan kreativitas. Dari hasil paparan tersebut si Mbarep dinyatakan diterima di Semi Palar.
Setelah dinyatakan diterima, selanjutnya kami langsung diminta ngobrol dengan Kepala Sekolah, yang tidak bersedia dibilang sebagai Kepala Sekolah. Ngobrol disini maksudnya untuk menyelaraskan visi antara apa yang ada di benak orang tua dengan apa yang ditawarkan sekolah. Karena kan memang sekolahnya agak-agak unik. Kurikulumnya tidak standar dan penekanannya bukan pada akademik. Tapi pada perkembangan individu si anak. Utamanya karakter.
Setelah selesai ngobrol dengan kepala sekolah kami berdua merasa paling sreg dengan sekolah ini dan mantap menyekolahkan Mbarep (serta adeknya nanti) disini.
Walaupun setelah itu pusing urusan antar jemput ya. Karena sekolahnya cuma 2 jam. Haha.
Oh iya buat yang mungkin bertanya-tanya, Semi Palar saklek di urusan usia anak yang diterima. Mbarep bulan Juli 2022 usianya baru 5 tahun 3 bulan jadi baru bisa masuk TK A, karena batas masuk TK B 5 tahun 6 bulan.
Sementara Ragil baru bisa masuk tahun depan di jenjang PG karena untuk PG usia anak minimal 3.5 tahun. Nggak apa-apalah biar matang dulu anaknya. Sesuai anjuran Diknas.
No comments:
Post a Comment