Perkara Warisan
Saya cukup beruntung mewarisi gen yang kuat soal urusan kulit. Kulit saya, walaupun tidak mulus-mulus amat, tapi tidak pernah bermasalah serius. Mungkin itu sebabnya saya agak cuek mengenai masalah perawatan kulit.Ketika saya menikah, suami saya ternyata punya turunan asma berat dari kedua belah pihak orang tuanya. Penyakit yang inti utamanya alergi ini, jika tidak diturunkan dalam bentuk aslinya, akan bermanifestasi menjadi masalah kulit.
Anak pertama saya, si Mbarep, walaupun tidak pernah didiagnosa dengan asma, tapi waktu usia batita sering sekali sakit yang berkaitan dengan infeksi pernapasan. Sampai kami lelah. Setiap bulan ada saja sakitnya. IGD sudah mirip rumah kedua. Akibat dari kombinasi orang tua panikan dan anak yang kalau sakit mengkhawatirkan. Karena kalau Mbarep sakit, pasti demam. Kalau demam suhu tubuhnya selalu diatas 40 dan entah kenapa tidak mempan parasetamol biasa.
Tapi semakin dia besar, penyakitnya semakin berkurang. Alhamdulillah sehat sampai sekarang. Mungkin gen saya, yang sama sekali tidak punya turunan asma, cukup kuat di Mbarep, jadi asmanya tidak jadi parah.
Beda nasib dengan anak kedua saya, si Ragil. Sebetulnya anak saya ini termasuk yang jarang sakit. Apalagi dia melalui masa batitanya saat pandemi. Tapi ternyata dia dapat jackpot turunan asma dalam bentuk gangguan kulit yang tidak nanggung-nanggung. Menguras emosi jiwa, raga, dan juga kantong kami, orang tuanya.
Awal Mula
Bermula di beberapa minggu setelah dia lahir. Muka Ragil penuh bruntus. Tentu saja dia sering rewel. Karena dia asi eksklusif, jadi hal pertama yang saya curigai adalah alergi makanan. Tapi menurut dokter spesialis anak langganan kami, kalau lihat frekuensi dan bentuknya, kemungkinan si Ragil alergi keringatnya sendiri. Baiklah. Ada juga alergi semacam itu. Kita sih percaya dokter saja ya. Kata dokter untuk anak seperti itu pakai baju satu lapis saja. Jangan sampai kepanasan. Jadi semenjak itu kami mengucapkan selamat tinggal pada singlet bayi.
Lalu masuklah masa pandemi. Mau ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut kurang memungkinkan. Untungnya saat awal pandemi itu juga, bruntusa si Ragil berangsur hilang. Jadi kami tidak terlalu ambil pusing.
Karena Digigit Bukan Hanya Sakit
Sampai suatu hari, ketika usia Ragil sekitar setahun, kami menyadari kalau, setiap kali Ragil digigit nyamuk atau semut, bekas gigitan tersebut langsung jadi bengkak. Seperti alergi. Awal pertama muncul alergi ini, bengkaknya hanya disekitar bagian yang digigit saja. Tapi lama-lama makin parah, sampai pernah semuka-muka bengkak karena digigit nyamuk. Sudah begitu setelah bengkaknya kempes, kulitnya jadi kehitaman. Berdasarkan konsultasi dengan dokter anak, kami berkenalan dengan Dextamine dan kawan-kawannya.
Masalah belum selesai. Tak lama setelah muncul alergi gigitan serangga, pada bagian-bagian kulit tertentu di tubuh Ragil muncul lapisan yang kasar dan menebal. Suami tau itu eksim karena dia dan adiknya, yang tidak kena asma, punya eksim sampai dewasa. Dokter meresepkan salep Apolar Desonide untuk dioleskan ke bagian-bagian yang terkena eksim. Tujuannya melembutkan kulit agar tidak gatal. Kalau kami lupa sehari saja mengoleskan salep, Ragil pasti sudah menggaruk bagian tersebut sampai luka. Jangan tanya penampakannya. Ngeri banget lah. Eksim ini masih ada sampai usia Ragil sekitar 15 bulan, lalu tiba-tiba mereda. Sampai sekarang alhamdulillah tidak muncul lagi.
Persoalan Kaligata
Waktu usianya sekitar 18 bulan. Ragil mulai sering mengalami kaligata. Awalnya saya pikir karena dia alergi telur atau seafood. Karena Mbarep dulu juga sempat alergi. Makin hari kaligata Ragil semakin parah. Saat periksa ke dokter, kami disarankan untuk mengoleskan lotion bayi, dan memberikan Dextamine kalau alerginya sudah sangat parah. Soalnya kalau sedang kumat, bisa semalaman saya dan Ragil tidak tidur. Karena dia super rewel dan saya harus mengelus-elus seluruh bagian tubuhnya yang bentol-bentol.
Puncaknya saat kami harus ke Semarang, yang panasnya luar biasa. Selain kaligata, di telapak kaki Ragil juga muncul bintil-bintil berair. Mirip cacar, tapi bukan. Lotion sudah tidak mempan. Telepon dokternya katanya kasih Dextamine saja. Dextamine setiap hari. Tiga kali sehari. Selama 10 hari. Double dengan cetirizine sekali sehari. Sampai kami pulang ke Bandung.
Kami tidak bisa ke IGD atau dokter, karena saat itu sedang puncak covid.
Kondisi itu bertahan selama sekitar 3 bulan. Ketika covid sedikit mereda dan kami punya kesempatan untuk ke dokter kulit, tiba-tiba suatu hari kaligatanya hilang sendiri. Tidak muncul lagi. Untuk pertama kalinya dalam 3 bulan saya bisa tidur nyenyak. Sungguh berasa kena prank :)) Akhirnya kami memutuskan menunda ke dokter kulit dan berdoa semoga masalah kulitnya memang sudah pergi.
Kolase yang cukup mengerikan. Berbagai masalah kulit yang dialami Ragil. Bahkan sempat ada episode dimana punggung dan pantat Ragil seperti habis dicakar cakar kucing. Banyak goresan, luka berdarah, dan sebagainya. Semoga sudah dapat penanganan paling cocok dan tidak terjadi lagi di masa depan. Amin.
Akhir yang Cukup Bahagia (Semoga Selamanya)
Ketika usianya 2.5 tahun, Ragil didiagnosis dengan TBC kelenjar. Bersamaan dengan pengobatannya, kaligatanya kembali muncul. Lebih parah dari sebelumnya. Saat itu, Ragil sudah tau kalau gatal dikasih yang panas-panas rasanya enak. Jadi dia selalu minta diolesi kutus-kutus atau minyak kayu putih kalau gatalnya muncul. Mungkin dia juga terpengaruh ayahnya yang kalau gatal digigit nyamuk, hobinya oles-oles minyak kayu putih.
Setelah sekitar 1 bulan gatalnya semakin parah dan frekuensinya semakin sering, akhirnya kami bawa Ragil ke dokter kulit.
Sekilas melihat ragil, dokter kulit langsung bilang, "Suka dipakein minyak ya? bedak?". Saya mengangguk. Dokter itu kemudian berceramah. "Anak ibu ini kulitnya menak. Tahu Ibu? artinya kulitnya harus bersih terus. Lembab terus. Nggak bisa kena minyak-minyak dan bedak begitu.".
Saya dan si dokter sama-sama menarik napas. Rupanya sambil mendengarkan ceramah dokter, tanpa sadar saya menahan napas. Lalu sambil menuliskan resep, dokter ini meneruskan.
Saya dan si dokter sama-sama menarik napas. Rupanya sambil mendengarkan ceramah dokter, tanpa sadar saya menahan napas. Lalu sambil menuliskan resep, dokter ini meneruskan.
"Sepanjang saya sekolah, tidak pernah ada ilmu yang bilang kalau minyak dan bedak bisa mengatasi masalah kulit. Jadi jangan dikasih lagi ya Bu. Ini bukan alergi makanan atau alergi yang lain. Kunci kulitnya tidak gatal hanya bersih dan lembab. Olesi lotion ini, tiga hari sekali dan pakai sabun ini untuk mandi. Setiap selesai main yang kotor-kotor harus langsung mandi ya"
Dokter menyerahkan resep ke saya. Tertulis di sana Cetaphil Pro Ad Derma. Lotion dan sabun. Juga Cetirizine setiap hari.
Sambil tersenyum dokter itu berkata "Ibu Bapaknya ngalah dulu ya, nggak usah skin care-an yang mahal-mahal. Sampai anaknya bisa beli sendiri".
Lalu sayapun menebus resep di apotik. Lumayan yaaa...kosmetik bocil ini. Sebulan habis masing-masing 1 botol karena dipakainya harus sering :')
Yah semoga ada rezekinya.
Lalu sayapun menebus resep di apotik. Lumayan yaaa...kosmetik bocil ini. Sebulan habis masing-masing 1 botol karena dipakainya harus sering :')
Yah semoga ada rezekinya.
Penutup
Setelah pakai Cetaphil Pro Ad Derma, masalah kulit Ragil memang secara signifikan membaik. Masih terus ada beberapa masalah baru yang muncul seperti alergi parasetamol (harus pakai Ibuprofen) dan kalau demam keluar ruam setubuh-tubuh. Tapi sudah jauh lebih baik. Alhamdulillah. Nasibnya anak Ragil :))
ditulis untuk Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog Bulan September.
Baca tulisan ini sedikit banyak jadi kepikiran, masalah anak-anak kita mirip, dan penyebabnya juga mirip (makai minyak-minyak hihi). Tapi aku jadi ingat, anak-anakku juga diresep sabun mandi dan lotionnya Cethapil itu. Harganya lumayan yaaa. Eh tapi aku jadi niruin sih, beli sabun cuci muka yang foam Cethapil, lumayan lah emak ikutan makai buat bersihin muka hehehe..
ReplyDeleteYa Allah... Ragil... menak... semoga sehat selalu ya. Skincare Ragil kayaknya budgetnya lumayan yaa. Semoga ada terus rezekinya. Rezeki sehat juga untuk semuanya.
ReplyDeleteKalau anak-anak yang sakit, tuh rasanya jauh lebih bikin lelah daripada diri sendiri yang sakit, ya. Mungkin karena kita lebih khawatir anak kenapa-napa (ditambah rewelnya yang bikin kita juga gak bisa tidur).
ReplyDeleteWah, baru tahu juga, lho kalau bayi bisa alergi dengan keringatnya sendiri (kukira alergi itu selalu penyebabnya dari luar badan kita).
Semoga lancar terus rezekinya ya, teh! Semoga kondisi kulit si ragil juga terus membaik :)
Duh ya Allah, kasihan sekali Nak Ragil. Sedih sekali membayangkannya. Alhamdulillah Mamah Restu kuat dan sabar. Dan alhamdulillah sudah tahu diagnosisnya (TBC kelenjar), juga menemukan solusinya dari dokter kulit bahwa kulit harus bersih dan lembab. Sehat walafiat selalu ya Ragil, dan juga Mbarep.
ReplyDeleteBtw yang masalah minyak-minyakan dan bedak, saya baru tahu nih, ehehe. Pak Suami kalau punggungnya gatel, saya kasih bedak euy, gantian sama minyak tawon, ealaah, ternyata kurang tepat ya. Pantesan gatel-gatelnya kadang nongol lagi. Hhmmm.
Terima kasih sudah sharing ya Restu. :)
Kasihan si Dedek. Semoga tidak lagi mengalami masalah kulit ya. Aku malah tipe yang malas kasih macam-macam (bedak, lotion) ke si kecil. Masalah kulit memang tidak bisa disepelekan ya
ReplyDelete