Mengenai Parenting
parenting, the process of raising children and providing them with protection and care in order to ensure their healthy development into adulthood.
- britannica.com -
Kalau lihat definisinya, parenting sebetulnya sederhana. Tapi buat saya definisi parenting adalah peperangan. Parenting for us is an everyday battle. Lebih susah daripada apapun yang pernah kami hadapi.
Saya dan suami dianugerahi dua orang anak yang saat ini masih menginjak usia dini. Si Mbarep berusia 5 tahun sementara adiknya si Ragil berusia 3 tahun. Sungguh sebuah ujian dengan dua bocah kecil di rumah.
Setiap hari, layaknya orang berperang, yang kami lakukan adalah berstrategi, bernegosiasi, menahan diri, dan bertahan. Semua untuk menghadapi tingkah laku dua bocah lucu tersebut. Dua bocah hasil campuran DNA kami berdua.
Spitting images of us dengan segala kelakuannya. Maka sesungguhnya setiap hari yang kami lakukan adalah bertempur dengan cerminan diri sendiri. Jika tidak ingin percaya pada karma. Kelakuan kami yang sama, merepotkan orang tua kami dulu juga.
Tapi tentu saja, walaupun namanya pertempuran, kami tidak bisa bertempur di setiap kesempatan. Karena energi kami jelas terbatas. Lagipula kalau ingin membesarkan orang yang waras, kami sendiri harus tetap waras. Mengikuti salah satu prinsip utama keselamatan penerbangan: Oxygen mask rule.
“Should the cabin lose pressure, oxygen masks will drop from the overhead area. Please place the mask over your own mouth and nose before assisting others.”
Makanya kami harus pandai-pandai memilih pertempuran yang akan dijalani. Biar tidak lelah sendiri. Harus pilih-pilih mana yang harus diusahakan sampai titik darah penghabisan. Mana yang kami relakan untuk menghemat energi. Sambil terus berdoa semoga pilihan kami benar adanya.
Peraturan Dasar
Untuk menyederhanakan situasi, hanya ada tiga peraturan yang kami tegakkan:
1. Tidak boleh bohong. Apapun yang terjadi tidak boleh berkata bohong.
2. Marah-marah tidak dilarang, tapi tidak boleh melakukan hal yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
3. Harus mendengarkan dulu kata ayah dan ibu. Baru setelahnya boleh berargumen.
Cukup tiga hal itu saja yang kami tekankan di setiap kesempatan. Kalau tidak patuh tentu ada hukuman. Karena peraturan ini sifatnya perjanjian. Seringnya hukuman yang diberikan berupa mainan diliburkan. Di atas lemari yang tak terjangkau. Bahkan setelah memanjat dua kursi yang ditumpuk.
Tapi ternyata menegakkan tiga peraturan saja sudah menghabiskan seluruh energi, jiwa dan raga. Gimana kalau peraturannya ada lima seperti Pancasila?
Paling seru saat berhadapan dengan terrific two dan fantastic four secara bersamaan akhir tahun hingga awal tahun kemarin. Tak jarang saya dan suami mengakhiri hari dengan super kelelahan karena menghadapi keras kepalanya bocah-bocah.
Pantas saja saya baru diberi kepercayaan punya anak setelah masuk usia 30. Setelah mulai agak sabaran dan ambisi sudah mereda. Tuhan memang tahu yang terbaik. Kalau dari awal kami menikah, di usia 25, langsung punya anak, kayaknya kalau anak tantrum kemungkinan besar saya bakal ikutan tantrum juga.
The Ugly Truth
Tujuan dari kami menekankan tiga peraturan diatas agar semakin besar mereka semakin paham hal-hal berikut:
1. Dunia Tidak Berputar Mengelilingi Mereka. Bahkan dunia ayah ibunya juga tidak berputar mengelilingi mereka. Orang tua punya kewajiban, tanggung jawab, dan prioritas lain yang terkadang harus diutamakan lebih dari anak-anak. Bukan mengabaikan tentu saja, tapi memang begitulah kehidupan. Secara realistis tidak mungkin mereka selalu jadi yang utama.
Tidak selalu keinginan mereka dipenuhi, tidak selamanya mereka akan dituruti, dan tidak semua hal bisa berjalan sesuai harapan mereka. Jadi sebelum nyeri hate sama orang lain atau kecewa dengan kondisi lebih baik belajar menerima penolakan semenjak dini. Biasa saja gitu kalau ditolak. Coba lagi nanti.
2. Hidup itu pilihan dan selalu ada konsekuensinya. Kami usahakan selalu berusaha memberikan pilihan ke anak-anak. Dijelaskan lengkap dengan segala konsekuensinya. Natural maupun tidak. Tidak mau makan malam, kalau tengah malam lapar, makanan sudah dibereskan. Tidak mau bergegas bersiap, terlambat ikut les lego kesayangan. Tidak mau pakai baju habis mandi, waktu nonton kartun semakin pendek, dan sebagainya.
Kadang pilihan anak-anak tidak sesuai harapan kami. Bagaimanapun sebagai manusia ngarep tetap ada ya. Kadang sedikit berusaha memanipulasi juga. Tapi ya itu konsekuensinya. Konsekuensi di dalam konsekuensi. Konsekuensiception. Halah.
3. Harus jadi orang yang tahu maunya apa. Supaya tidak terombang ambing kehidupan. Ini sebetulnya prinsip suami sih. Kalau saya, seperti wanita pada umumnya sampai sekarang masih suka nggak jelas maunya apa. Tapi dengan didikan suami jadi terbiasa juga memutuskan dengan lebih cepat.
Anak-anak kami biasakan untuk tahu maunya apa. Merengek-rengek termasuk kegiatan terlarang. Semenjak bisa bicara mereka harus bisa bilang maunya apa. Walaupun seperti layaknya bocah-bocah lainnya keinginan mereka bisa berubah dalam hitungan detik, tapi paling tidak mereka sudah bisa mengungkapkan apa yang diinginkannya.
Harapannya kedepan mereka tidak akan merepotkan diri sendiri dan orang lain dengan galau berlebihan atau hanya asal ikut-ikutan. Bisa tahu maunya apa dan tahu langkah-langkah yang harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Pertempuran yang Kami Relakan
2. Screen Time
Sepakat 100% ini Teh Restu: "kalau ingin membesarkan orang yang waras, kami sendiri harus tetap waras."
ReplyDeleteAku suka banget itu liat kostum anak-anak pakai kolor dan pampers: out off the box: nyeleneh tapi kereeeeennnn ...ha3.
salam semangat
Wkwkwkwkwk ya ampun selalu meriah tulisan Mamah Restu. 🤣.
ReplyDeleteKedua putra yang memakai topeng pampers dan underpant, pilihan baju yang sesukanya yang bikin silau mata; ini menunjukkan kedua orangtuanya yang memberikan kebebasan bereskpresi bagi kedua ananda. Kreativitas tanpa batas, kereen pisan Mamah Restu. 😍
Kok ngakak pol yang bagian sebagai wanita, sampai sekarang masih suka nggak jelas maunya apa wkwkwk. *relatable Bund wkwkwk
Selamat menjalankan motherhood bersama dua putra cerdasnya ya Restu. :)
Habis baca trus pengen komentar gini: Sak karepmu, lah!
ReplyDeleteVoila! 😂🤗😘
aku pas awal baca kepikiran mau komen, pas selesai lupa mau komen apa. tapi paling suka bagian terserah mau pakai baju apa, yang penting pakai baju, hahaha... dalam hal ini aku merasa beruntung, anakku nggak terlalu banyak mau soal pakaian.
ReplyDeleteeh tapi bagian harus tau maunya apa itu sulit loh,kita aja yg dewasa suka ga tau maunya apa, tapi emang yang penting buat anak-anak kalau minta sesuatu kudu pakai kata-kata jangan pakai rengekan ya... mana ngerti kita bahasa rengekan, bisa2 kita ikut merengek ntar, hehehhe...