Tahun yang Cepat Berlalu
Sepertinya hampir semua orang sepakat, 2021 terasa cepat sekali berlalu. Tetiba kita sudah ada di penghujung tahun. Mungkin pandemi berkontribusi membuat waktu terasa berjalan begitu cepat. Kesibukan di rumah saja memang terkadang membuat orang sampai lupa hari. Dari Senin, yang biasanya chaos, eh kok ujug - ujug sudah Jumat lagi.Rasanya baru kemarin meninggalkan 2020, sekarang sudah mau masuk ke 2022 lagi (sumber : unsplash.com) |
Di akhir tahun Mamah Gajah Ngeblog mengajak melakukan kilas balik 2021, melalui Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog dengan Tema Pelajaran Hidup di Tahun 2021. Sesungguhnya saya mengaku bukan orang yang hobi melakukan kilas balik. Karena prinsip saya adalah : yang lalu biarlah berlalu, jangan kau ungkit masa lalu. Tapi demi sertifikat tahunan memenuhi komitmen pada diri sendiri untuk memenuhi tantangan setahun ini, akhirnya saya menelusuri kembali tahun 2021. Mengingat hal - hal yang terjadi dan hikmah yang saya dapatkan darinya.
Ternyata tantangan ini, buat saya menjadi tantangan paling sulit dari seluruh tantangan MGN yang pernah saya ikuti. Saya tidak punya ide sama sekali untuk menulis tema kali ini. Blank. Boro - boro melucu, mau curcol saja tidak kepikiran. Mungkin karena berlangsungnya di bulan November. Bulan yang identik dengan kegalauan. Entah ada apa dengan bulan November tahun ini. Mungkin bumi memang sudah berubah. Hujan di November kali ini rasanya berbeda.Tak lagi menenangkan.
Sebetulnya dulu saya cukup menikmati suasana syahdu karena mendung dan hujan. Tapi akhir - akhir ini cuaca yang muram sangat berpengaruh pada suasana hati saya. Seberapapun romantisnya dan seberapapun tinggi eskalasi kenikmatan makan Indomie karenanya, hujan, yang sekarang lebih sering ditemani dengan petir dan angin kencang, membuat kekhawatiran saya meningkat tajam. Di benak saya hujan sekarang lebih galak dan membawa lebih banyak ancaman.
Mungkin karena iklim bumi sudah berubah, hujan sekarang jadi terasa lebih mengancam. Padahal hujan adalah berkah, saat - saat dikabulkannya doa (Sumber : unsplash.com)
Otak saya tidak terbendung untuk berpikir dan menganalisa secara berlebihan. And I hate that. Mungkin prospek munculnya gelombang covid keempat dengan varian baru yang lebih ganas dan gambaran harus menghabiskan tahun berikutnya kembali dalam kondisi ketidak pastian di rumah saja membuat saya tidak bersemangat. Sisi pesimis saya seperti memberikan bayangan pekat pada sisi optimis saya. Membuat tidak bergairah melakukan apapun. Terutama saat cuaca tidak mendukung.
Mungkin ini yang namanya efek pandemi berkepanjangan pada kesehatan mental.
Things I'll Remember About 2021
Awalnya saya mau menulis 10 things I hate about 2021. Tentu saja inspired by that 10 Things I Hate About You movie. Film 90 an legendaris favorit saya. Sampai 3 kali saya menulis draft kemudian saya hapus sendiri. Karena setelah dibaca kok curcol-nya keterlaluan. Haha. Akhirnya, karena waktu sudah semakin mepet, saya putuskan saja untuk membuat daftar hal - hal yang ingin saya ingat dari tahun ini berdasarkan pengalaman saya sendiri. Tentu bakalan ada selipan curcol-nya juga. Karena curcol is lyfe.
1 - Rezeki Sudah Diatur
Suatu sore, menjelang Magrib, hujan turun dengan derasnya di sekitar rumah. Ditengah badai yang sedang mengamuk, ada WA masuk ke HP saya. Admin tempat saya beli bahan makanan siap masak mengabari kalau kurir baru mengambil pesanan saya untuk diantarkan ke rumah. Saya memang sempat langganan layanan yang menyediakan bahan makanan siap masak untuk mempermudah logistik masak di rumah.
Membalas WA si Admin, saya bilang di rumah saya hujan deras sekali, apa tidak bisa agak nanti dikirimnya. Toh sudah terlanjur kesorean. Karena untuk ambil kiriman saya harus jalan ke portal. Sebetulnya jaraknya dekat saja, tapi kalau sedang badai cukup repot. Si admin cuma minta maaf karena pesanan sudah terlanjur dikirimkan. Agak dongkol saya, tapi ya sudahlah. Mungkin si Admin juga ingin cepat pulang.
Sekitar setengah jam kemudian Bapak kurir menelepon mengabarkan sudah sampai tujuan. Saat Bapak itu menelepon, Adzan Magrib berkumandang. Tetiba anak saya nangis - nangis dan tidak mau lepas dari gendongan. Suami tetiba sakit perut, jadi harus bergegas ke kamar mandi. Saya, yang tadinya sudah bertekad akan menerobos badai menemui si Bapak, jadi kehilangan minat untuk nekad.
Akhirnya daripada pusing saya bilang ke Bapak itu untuk membawa pulang saja semua bahan makanan yang saya pesan. Bahan makanan untuk seminggu. Lha iya, gimana lagi, masa saya minta Bapaknya menunggu hujan hujanan sampai suasana kondusif.
Ilustrasi pemotor saat hujan (sumber : https://www.rideapart.com/).
Sebagai mantan anak motor saat SMA, saya tahu betapa tidak enaknya naik motor saat hujan. Panas dan pengap di dalam jas hujan, pandangan kurang maksimal karena kaca helm tertutup air, berbahaya karena lubang - lubang jalan tidak terlihat dan jalanan licin. Pokoknya kurang nyaman deh.
Sebagai mantan anak motor saat SMA, saya tahu betapa tidak enaknya naik motor saat hujan. Panas dan pengap di dalam jas hujan, pandangan kurang maksimal karena kaca helm tertutup air, berbahaya karena lubang - lubang jalan tidak terlihat dan jalanan licin. Pokoknya kurang nyaman deh.
Sejam setelah Bapak itu pergi, beliau menelepon saya. Mengucapkan terimakasih atas bahan makanan yang saya berikan. Katanya sebetulnya dia sudah kebingungan karena seminggu hujan deras terus. Pendapatan dia, yang saat PPKM sudah sedikit, semakin turun. Belum lagi badannya mulai terasa tidak enak. Karena bahan makanan yang ia dapat, sekarang keluarganya bisa makan untuk 1 minggu dan dia bisa sejenak istirahat.
Saya sih tidak menganggap cerita si Bapak suatu kebetulan. Bahan makanan itu pasti memang sudah punya Bapak itu dari awal. Allah yang mengirimkan. Cuma jalan dikasihnya saja lewat saya.
Setelah kejadian dengan Bapak ini, masih beberapa kali saya mengalami kejadian yang mirip dengan layanan pesan antar ojeg online. Beli madu tapi salah pencet alamat kirim di ujung kota yang lain. Beli oleh - oleh donat untuk dibawa tapi tukang ojeg-nya terjebak macet karena pohon tumbang, sementara saya harus segera pergi. Beli rice box aplikasi nya error jadi double pesan, dan masih ada beberapa kejadian lain yang saya tidak ingat detailnya. Semuanya berakhir dengan saya meminta tukang ojeg untuk membawa pulang saja pesanan saya, karena saya tidak bisa menerimanya.
Setiap kali kejadian, saya merasa diiingatkan bahwa itulah salah satu cara Allah memberi rezeki. Sungguh sudah diatur dan tidak akan tertukar.
2 - Semua Hal yang Terjadi Ada Maksudnya
Akhir tahun 2020, mobil tua kami rusak. Transmisi matic-nya yang rusak. Mobil matic transmisinya rusak ya wassalam. Kalau dibetulkan harganya konon bisa seperti ganti mobil baru. Mobil baru yang sama tuanya maksudnya. Sebetulnya menurut orang bengkel, kerusakan si mobil tidak begitu urgent. Kalau tidak langsung bertindak juga tidak masalah. Hanya risikonya kenyamanan berkendara berkurang dan risiko mobil mati total secara tiba - tiba meningkat.
Setelah berpikir panjang, alias 12 jam, alias semalaman (buat orang impulsif itu lama) dan menghitung IRR akhirnya saya dan suami memutuskan untuk ganti transmisi saja daripada mencoba menjual si mobil dan beli mobil tua lainnya atau menunggu sampai si mobil totally break down. Alhamdulillahnya kami bisa dapat transmisi baru dengan harga super miring karena lelang gudang suku cadang. Walaupun tetap saja biaya yang mesti dikeluarkan cukup menguras tabungan kami yang sangat berharga di masa pandemi ini.
Ternyata walaupun menguras tenaga dan tabungan, keputusan nekad kami terbukti bermanfaat. Karena 3 bulan setelahnya kami harus bolak balik 500 km dari Bandung ke Semarang. Mengurus Bapak yang sakit sampai meninggal. Berpergian saat PPKM begitu lebih praktis pakai mobil pribadi. Apalagi kami bolak baliknya harus selalu sekeluarga. Alhamdulillah kami ditunjukkan jalan untuk nekad ganti transmisi. Coba kami memutuskan menunggu dan transmisinya rusak total bersamaan waktunya dengan Bapak sakit. Pasti bakal chaos.
Rangkaian kejadian seperti ini selalu mengingatkan saya bahwa semua hal terjadi memang ada maksudnya. Allah lebih tau apa yang terbaik untuk kita. Suatu hal yang kita pikir adalah masalah bisa jadi di kemudian hari akan menjadi berkah. Jadi yang bisa dilakukan adalah berprasangka baik bahwa semua hal yang terjadi akan berakhir baik.
3 - Semua Ada Waktunya
Tepat sebelum pandemi kami berniat membeli rumah. Proses pembangunannya berjalan lancar, uang muka juga sudah kami berikan. Tetapi saat rumah sudah jadi dan siap dibeli, kami diberitahu ada masalah dengan sertifikat tanah tempat rumah tersebut berada. Dari puluhan rumah yang sudah dibangun, hanya ada tiga yang tanahnya bermasalah. Termasuk rumah yang akan kami beli.
Rumah yang ingin kami beli tapi belum bisa. Belum jodoh.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Pihak pengembang shock. Kami juga kecewa, karena belum jadi punya rumah sendiri. Tapi lalu pandemi datang. Entah untung atau buntung, yang pasti karena belum bisa pindah, pandemi masih kami habiskan di rumah orang tua suami yang luasnya 5 kali rumah yang akan kami beli. Anak - anak masih bisa lari - lari dengan leluasa. Plus saat pandemi kondisi keuangan mau tidak mau agak terimbas. Sehingga alhamdulillah karena belum jadi punya KPR atau kredit lainnya, kami masih bisa jajan dan liburan tipis - tipis hidup dengan cukup tenang.
Memang semua ada waktunya.
4 - Ilmu Legowo Itu Penting
Tahun ini saya dan beberapa teman seangkatan sempat diminta untuk membuat acara coaching mengenai karir, untuk mahasiswa tingkat akhir. Salah satu pertanyaan yang muncul saat acara adalah : "Apa hal paling menantang selama berkarir yang pernah dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya?"
Sambil bercanda, di belakang layar, salah satu teman saya nyeletuk "Saat tidak ada yang jaga anak". Teman - teman yang lain sambil tertawa langsung mengiyakan. Bahkan ada yang bilang, hari gini sudah jadi direktur juga bisa resign kalau ART tetiba minta pulang kampung. Nasib keberlangsungan karir orang tua pekerja memang 60 persennya ada di masalah penjagaan anak. Apalagi saat pandemi begini, pilihan sangat terbatas.
Walaupun pekerjaan saya dan suami sangat fleksibel dan saat pandemi kami bisa full wfh, tapi tetap saja masalah jaga anak adalah salah satu yang paling buat deg - degan. Karena sekarang kami bergantung sepenuhnya pada orang lain.Tidak bisa mengandalkan institusi seperti daycare yang lebih stabil dan terkontrol.
Jadwal kerja rutin jadi terasa overrated. Terkadang kami sudah membuat perencanaan untuk menyelesaikan pekerjaan tapi buyar dalam sekejap saat dapat kabar yang menjaga anak kami izin tidak masuk karena sesuatu hal. Diantara saya dan suami seringkali saya yang harus mengalah karena saya lebih bisa menunda pekerjaan atau mendelegasikan tugas ke orang lain. Sementara suami tidak selalu bisa.
Kalau sudah begini rasa jengkel tidak bisa dihindari, apalagi jika sudah bercampur dengan perasaan bersalah karena tidak bisa memberikan kinerja yang maksimal. Pekerjaan buyar, jaga anak juga bubar. Tidak ada yang beres kesana kemari. Karena semua harus disambi - sambi. Apalagi saya memang tidak ahli multitasking. Tapi mau bagaimana lagi. Namanya juga cobaan ya.
Anak saya mau tak mau berteman dengan gadget. Karena pandemi begini, mau ngapain lagi mereka? Lalu jamaah bilang "Baca Buku Dong!" Tapi anaknya belum bisa baca buku sendiri :')
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Akhirnya saya mencoba sedikit demi sedikit berhenti memaksakan diri. Mengurangi sisi perfeksionis yang tanpa sadar saya miliki dan menurunkan ekspektasi. Saat - saat begini ilmu legowo memang penting agar kepala tak pening dan saya tidak berubah jadi momzilla. Kalau sedang tidak bisa kerja ya sudah legowo saja kalau diprotes dan dikejar - kejar orang - orang. Kalau anak terpaksa dibiarkan ditenangkan dijaga gadget karena saya betul - betul harus kerja dan tidak ada lagi yang jaga, ya sudah legowo kalau anaknya kebanyakan screen time. Biasanya saat saya sudah menurunkan ekspektasi dan legowo semua malah jadi dimudahkan daripada saat saya ngoyo ingin semuanya dan jadi stress sendiri.
Semoga tahun depan kondisi terus membaik dan daycare serta sekolah bisa normal lagi. Senormal yang dimungkinkan. Jadi kepusingan mamak bisa cukup berkurang. Amin.
5 - Mom's Guilt
Sekitar tiga bulan lalu ketika kondisi pandemi mulai mereda, saya memasukkan anak saya yang sulung ke kelas robotik. Judul kerennya sih kelas robotik, tapi isinya sebetulnya main lego bersama saja.
Bocah sulung di kelas robotik a.k.a main Lego bareng.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Suatu hari saya mengantar anak saya ikut kelas. Biasanya Bapaknya yang antar, tapi hari itu Bapaknya sedang ada acara. Kelas robotik yang anak saya ikuti dilaksanakan di ruang setengah terbuka. Di tempat tersebut disediakan meja besar dengan beberapa kursi. Orang tua yang menunggu anaknya kelas bisa duduk - duduk disana. Hari itu selain saya ada dua orang ibu yang menunggu anaknya. Mereka terdengar mengobrol dengan asyik. Sebagai introvert sejati tentu saya tidak ikut nimbrung. Tapi tetap nguping. In my defence nggak usah nguping pun juga kedengeran sih. Heuheu.
Pembicaraan keduanya tentu saja berkutat soal anak. Salah seorang dari ibu - ibu ini sepertinya penganut hardcore metode parenting tertentu. Anaknya yang berusia 5 tahun, tidak beda jauh umurnya dengan anak sulung saya, punya jadwal kegiatan yang sangat teratur dan selalu bermakna. Kalaupun menonton televisi nontonnya Discovery Channel.
Ibu lainnya ber "ooh ahh" mendengar penjelasan Ibu pertama. Kemungkinan terkagum - kagum dengan ceritanya. Saya juga ikutan ber "ooh aah" sih, tapi dalam hati saja. Namanya juga nguping. Sungguh saya kagum pada energi yang dimiliki si Ibu untuk konsisten membuat anaknya punya keseharian yang sangat rutin dan sangat berfaedah setiap detiknya.
Cerita - cerita seperti ini bukan sekali dua kali saya temui. Anak berprestasi nan hebat atau wise beyond their years sepertinya sekarang semakin banyak. Acap kali mendengar kisah - kisah tersebut saya selalu merasa bersalah. Karena saya sering merasa kurang perform jadi seorang Ibu. Kurang dalam mendidik, memberi perhatian, dan contoh yang baik. Apalagi saya juga ibu yang bekerja diluar rumah, sehingga tidak bisa selalu fokus pada anak.
Di masa pandemi ini rasa bersalah saya sebagai seorang ibu rasanya semakin berlipat ganda. Entah karena memang efek pandemi yang membuat orang semakin gampang galau, atau karena saya tidak punya hal lain untuk dipikirkan, atau justru saya terlalu banyak membanding - bandingkan dan memikirkan pendapat orang.
Salah satu prinsip kami dalam membesarkan anak : bebaskeun, yang penting sopan.
Iya itu yang di belakang minum air hujan dari lantai (sumber : dokumentasi pribadi)
Iya itu yang di belakang minum air hujan dari lantai (sumber : dokumentasi pribadi)
Padahal kalau dipikir - pikir, kenapa saya harus merasa bersalah ya. Toh anak - anak saya sebenarnya semua baik - baik saja dan saya tidak melakukan hal yang salah. Belum lagi kenapa saya harus pusing - pusing memikirkan pencapaian orang lain, ketika kondisi mereka belum tentu sama. Begitupun dengan besarnya pengorbanan yang dikeluarkan. Setelah saya renungkan dengan lebih dalam, mom's guilt sebetulnya lebih kepada perasaan tidak ikhlas karena belum mencapai "standar yang dianggap ideal" sebagai konsekuensi yang harus dihadapi karena pilihan kita sendiri. Keren banget kan definisinya. Mungkin saya berbakat jadi filsuf.
Kesimpulannya selama kita ikhlas dan bersyukur dengan kondisi yang ada sekarang, seharusnya tidak akan ada lagi mom's guilt di hidup kita.Sepertinya menarik kalau hal ini saya jadikan resolusi pribadi di tahun depan. Membebaskan diri dari mom's guilt dan fokus pada hal yang lebih penting agar kepala tidak pusing.
6 - Konsisten Menulis
Awal tahun 2021 saya bergabung dengan Mamah Gajah Ngeblog. Setelahnya setiap bulan saya alhamdulillah konsisten mengikuti tantangan blogging yang diberikan. Blog saya yang sudah mati suri selama 4 tahun kembali terisi.Senang sekali akhirnya ada yang kembali membaca lawakan pikiran - pikiran saya yang tertuang dalam bentuk tulisan.
Selain mengikuti tantangan, saya juga menjadi kontributor tidak tetap dari Blog Mamah Gajah Ngeblog. Blog bersama ini diisi secara gotong royong oleh anggota MGN. Walaupun tulisan saya suka kesana kemari dan masih jauh dari harapan, tapi saya mencoba untuk konsisten menyumbang artikel disana setiap bulan.
Konsisten tidak pernah menjadi kata - kata penting di kamus hidup saya. Karena saya menganggap diri sendiri cepat bosan terhadap hal - hal yang rutin. Saya lebih menyukai kehidupan dinamis yang teratur. Halah. Setelah bergabung dengan MGN saya merasa terpacu untuk konsisten menulis.Walaupun masih satu bulan dua kali tapi lumayan lah. Kemajuan dari tahun sebelumnya yang hanya menulis di dalam kepala saja. Tidak dituangkan hingga menguap hilang.
Semangat semakin membara ketika tulisan saya ternyata cukup bisa menarik minat pembaca juri. Hahaha. Beberapa kali masuk 5 besar sampai akhirnya jadi master tantangan. Gelar impian banget karena disandingkan dengan teteh - teteh blogger yang sudah profesional.
Beberapa kali masuk 5 besar. Pemanen sertifikat. Haha.
Semoga bukan hanya jadi pencapaian tahun ini saja. Semoga di tahun depan semangat untuk terus konsisten menulis juga masih terus ada. Amin.
7 - Kreativitas Tanpa Batas
Saya biasanya menghindari melabeli anak dengan istilah - istilah kekinian. Tapi anak saya yang kedua memang sangat berkemauan kuat, keras kepala dan intense. Tidak sampai jadi wild child atau strong willed child yang biasanya diperkirakan di masa mendatang akan jadi orang besar juga sih. Hanya tipikal anak 2 tahun yang terlalu menghayati makna terrible two. Tapi itupun sudah bikin saya ingin mencium telapak kaki ibu saya untuk minta maaf atas kesusahan yang beliau alami dalam membesarkan saya.
Karena waktu kecil sampai cukup besar saya juga sering menyulitkan. Tapi bukan karena keras kepala. Justru karena super cuek bebek. Nasehat masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Sekarang sih sudah tidak begitu lagi. Sudah tobat. Kayaknya.
Salah satu fase yang dialami oleh sebagian besar anak adalah fase baju favorit. Saya tidak pernah ingat punya baju favorit, tapi saya ingat adik saya dulu sempat cuma mau pakai kaos bergambar si Komo dan teman - temannya. Kaosnya cuma ada dua, jadi cuci kering pakai. Untung kami tinggal di Semarang yang mataharinya garang. Jadi setelah dicuci dalam waktu sejam juga bajunya bisa kering.
Anak saya yang pertama melewati fase tersebut dengan pakaian bergambar alat berat. Tidak begitu masalah karena tersedia banyak di market place. Saya pernah menemukan satu toko yang menjual kaos bergambar alat berat dan langsung saya beli selusin. Selesai perkara.
Lain ladang lain belalang, lain anak lain maunya. Si bungsu melewati fase baju favorit di tahun 2021. Bukan hanya baju. Celana, topi, kaos kaki, dan semua yang ia pakai harus bergambar kucing. Gambar kucingnya tidak bisa sembarang kucing. Melainkan harus mengikuti mood dia hari itu. Maunya kucing yang mana. Sayangnya baju bergambar kucing, agak sulit ditemukan di market place. Boro - boro menemukan karakter kucing tertentu, yang biasa saja sulit. Entah saya yang kurang pintar mencari, atau kucing tidak begitu digemari sebagai karakter di baju anak - anak. Pokoknya susah lah carinya.
Lain ladang lain belalang, lain anak lain maunya. Si bungsu melewati fase baju favorit di tahun 2021. Bukan hanya baju. Celana, topi, kaos kaki, dan semua yang ia pakai harus bergambar kucing. Gambar kucingnya tidak bisa sembarang kucing. Melainkan harus mengikuti mood dia hari itu. Maunya kucing yang mana. Sayangnya baju bergambar kucing, agak sulit ditemukan di market place. Boro - boro menemukan karakter kucing tertentu, yang biasa saja sulit. Entah saya yang kurang pintar mencari, atau kucing tidak begitu digemari sebagai karakter di baju anak - anak. Pokoknya susah lah carinya.
Setiap kali baju bergambar kucing yang dia punya belum ada yang kering, saya harus memutar otak membujuknya agar mau pakai baju yang ada. Biasanya saya karang cerita. Kucing ngumpet-lah, makanan kucing lah, temannya kucing lah, mobil kucing lah, apalah, yang penting si anak wedhok mau pakai baju. Sampai suatu masa tetiba dia menolak semua cerita yang saya karang dan kekeuh mau pakai baju basah dari jemuran.
Salah satu kaos hasil bajakan sablonan. Besok maunya yang lain lagi. (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Karena pusing setiap hari menghabiskan waktu 30 menit hanya karena perkara kucing, akhirnya saya melakukan pembajakan demi kemaslahatan kewarasan saya. Saya beli kaos polos 1 lusin dan cari 12 gambar kucing yang mungkin dia suka di internet. Kemudian kaos polos tersebut dan semua baju yang si bungsu punya, saya bawa ke tukang sablon. Saya minta semuanya disablon dengan gambar kucing yang sudah saya pilih.
Tentu saja setelah punya 2 lusin baju bergambar kucing berbeda - beda, si bungsu memutuskan tidak ada gambar yang dia suka, dan kami tetap menghabiskan 30 menit setiap hari untuk membujuknya menggunakan baju.
Ya salaam. Gusti paringono sabar.
8 - Ingin Jadi Kurus
Sebetulnya kalau hidup di zaman Renaissance mungkin saya bisa jadi model. Lukisan - lukisan era tersebut yang pernah saya lihat di museum Italia biasanya menampilkan gambar wanita dengan badan yang berisi dan pipi chubby.
Titian, Women in a Mirror, 1512-1515 Image Courtesy of the Louvre.
"Masyarakat zaman renaissance menganggap wanita dengan badan berisi sebagai kuat dan cantik. Wanita - wanita ini lebih dihargai karena melambangkan kesejahteraan dan kesuburan" (1)
Setelah melahirkan anak kedua, berat badan saya yang sudah lama overweight menjadi obese. Diperparah dengan situasi pandemi yang membuat saya tidak pernah bergerak. Hanya duduk diam bekerja di depan komputer. Plus stress eating. Mencari kenyamanan dari makanan. Badan sudah tidak karu karuan baik dari sisi estetika maupun kesehatan. Tapi mau usaha supaya bisa turun berat badan kok ya ada saja alasan yang bisa dikemukakan. Intinya sih malas. Padahal teorinya sudah hapal diluar kepala. Kurangi kalori. Olahraga. Tapi ya itu tadi kemalasan selalu melanda plus alasan tidak punya waktu.
Akhirnya setiap kali hanya bisa mengeluh, badan cepat capek dan pegal. Belum ngos - ngosan kalau harus ngejar anak - anak. Padahal ngejarnya juga cuma pakai mata saja lho ya. Tapi kok ya lelah. Ya iyalah kalau kelebihan lemak yang ada di badan bisa ditukar daging sapi, bisa buat kasih makan 15 keluarga saat qurban haha.
Tapi karena umur sudah masuk ke akhir 30-an sepertinya sudah waktunya untuk berniat betulan mengecilkan badan. Supaya bisabeli baju dimana saja bergerak dengan leluasa, tidak cepat capek, dan tetap sehat. Mari kita buang jauh - jauh dulu slogan diet mulai besok. Agar bisa diet mulai...
Tapi karena umur sudah masuk ke akhir 30-an sepertinya sudah waktunya untuk berniat betulan mengecilkan badan. Supaya bisa
.
.
tahun depan.
Amin.
9 - Covid 19 dan Rasa Kehilangan
Ternyata hal terberat dari meninggalnya Bapak, selain sudah tidak lagi bisa dapat doa orang tua, adalah tidak tau harus mengirimkan foto dan video lucu anak - anak kemana. Karena WA grup keluarga kami yang tadinya hanya berisi 4 orang otomatis bubar. Oleh karena itu bagi yang masih punya orang tua, jangan lupa kirimkan foto dan video cucu setiap hari. Karena jika orang tua sudah tidak ada. Bingung juga loh mau bragging share kemana. Haha.
Tahun ini, kami bukan satu - satunya orang yang berduka. Ada banyak orang yang juga kehilangan orang terkasih karena covid-19. Mereka bukan hanya sekedar angka statistik yang disampaikan dalam berita, melainkan orang - orang yang mungkin sangat berarti di kehidupan keluarganya. Bapak saya salah satu korban keganasan virus ini. Memang hanya 2% dari seluruh orang yang terkena virus ini yang meninggal. Tapi ketika orang - orang tercinta masuk ke dalam angka 2% ini, rasa sesak pasti tak terhindarkan. Karena kematian akibat wabah penyakit itu adalah kematian yang sepi.
Semoga wabah ini cepat berakhir. Paling tidak terkendali, sehingga tidak akan adalagi korban yang berjatuhan. Aminn.
10 - Tentang Bertahan
Waktu SD sampai SMP saya ikut les berenang. Setiap hari Sabtu, siang hari bolong, saya harus menyelesaikan 8 - 10 kali berenang bolak balik panjang kolam. Sekali bolak balik 100 meter. Karena saya tidak jagoan, buat saya cukup sulit menyelesaikan tugas tersebut. Setiap kali saya harus mendorong diri atau malah memaksakan diri untuk menyelesaikan satu kali putaran. Semakin lama tambah berat karena tangan dan kaki makin sulit diajak bekerjasama.
Apalagi kalau guru saya meminta menggunakan gaya bebas atau kupu - kupu yang buat saya lebih berat dari gaya dada (gaya katak) atau gaya punggung. Makin saya misuh - misuh memaksakan diri untuk menyelesaikan tantangan yang diberikan.
Tahun 2021 ini rasanya mirip seperti itu. Memaksakan diri untuk terus berenang menyelesaikan satu putaran walaupun tangan dan kaki sudah pegal luar biasa. Putaran yang didapatkan tidak sebanyak biasanya karena kali ini berenangnya wajib pakai gaya kupu - kupu dan dilakukan melawan arus di kolam ombak. Semua di tahun ini adalah tentang bertahan.
Bertahan untuk menahan diri agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, bertahan untuk terus melakukan yang terbaik dalam kondisi yang kurang ideal dan tidak menentu, serta bertahan untuk tetap sabar dan tenang menghadapi segala situasi. Semoga kita bisa bertahan sampai kondisi aman ya.
Alhamdulillah bisa sampai di penghujung tahun tanpa kurang suatu apa.
Penutup
Baru kali ini rasanya saya menyelesaikan tantangan mepet dengan jam deadline. Rasanya wow sekali ternyata ya. Walaupun belum puas karena tidak sempat memasukkan gambar sebagai pelengkap, tapi tidak apa. Paling penting sudah berhasil memenuhi komitmen untuk menyelesaikan tantangan satu tahun. Akhirnya ada juga pencapaian di tahun ini yang cukup bisa dibanggakan.
Alhamdulillah. Selamat tahun baru semuanya.
Alhamdulillah. Selamat tahun baru semuanya.
Referensi :
keren teh restu artikelnya ...
ReplyDeletebaru tahu teh ada masa baju kesayangan "Tentu saja setelah punya 2 lusin baju bergambar kucing berbeda - beda, si bungsu memutuskan tidak ada gambar yang dia suka, dan kami tetap menghabiskan 30 menit setiap hari untuk membujuknya menggunakan baju. Ya salaam. Gusti paringono sabar."
kejadian ini sungguh menguji kesabaran ya ...
salam semangat
keren teh tulisannya. mengambil hikmah dari setiap kejadian tuh kayanya harus dilakukan ya, biar emosi terkontrol. Tapi saya juga suka lupa, misuh-misuhnya malah di depan.
ReplyDeleteRestu, tulisannya rapih dan terorganisir dengan sangat baik. Enak bacanya. :)
ReplyDeleteWah lengkap Restu, dan saya ikut mengingat pelajaran hidup yang Restu tulis di sini. Semoha yang belum tercapai, bisa segera teraih ya Restu, termasuk ingin BB ideal. :) Semangat Restu, pasti bisa :)
waw aku speechless mau komen dari mana dulu ya, tapi aku suka poin-poinnya, apalagi tentang bertahan. Bertahan walau sudah lelah dan pegal memaksakan diri ke garis finish.
ReplyDeleteTernyata walau 2021 sepertinya cepat berlalu, ada banyak hal yang terjadi dan bisa direnungi ya. Semoga 2022 bisa semakin kuat ya mbak.
Teh Restu top banget deh bisa nulis rapi begini padahal mau ada tamu jelang deadline, hihi. Keren teh bisa jadi master tantangan dan suka sekali gaya teh Restu ngasih orderan ke kurir saja nothing to lose, insya Allah lancar rejekinya teh
ReplyDeleteRestu, terimakasih susah berbagi ini semua. 10 points yang wow banget, saya suka semua.
ReplyDeleteUntuk point no 8, saya juga ikut mengaminkan, mari kita mulai tahun depan wkwk.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, turut berduka atas kepergian Bapak teteh dan Ririn. Keren semua ceritanya, ngebuat hanyut dan ga buat bosen. Sampai jumpa di tantangan tahun depan tehhh :)
ReplyDeleteTeh Restu terima kasih tulisannya membuat saya jadi refleksi ke kehidupan sendiri dan ber "wah iya juga ya".
ReplyDeleteSemoga alm. Bapak husnul khotimah ya teh..
Semangat dietnya di tahun depan!!
Tu.. Baca tulisannya campur aduk,mulai dari senyum senyum, ngakak, sampai mengharu biru.. Di akhir dibikin ngangguk ngangguk
ReplyDelete2021 banyak hikmahnya yaa.. Semoga di 2022 selalu dimudahkan semua urusannya
Selalu syukaaa tulisan restuuuu. Okrh...mari kita diet tahun depan hihihi.
ReplyDeleteTeh baca blognya sung ngefans.. ig'a apa teh??
ReplyDeleteNah ini...nggak punya haha!
Delete