Tiga puluh menit setelahnya Bapak dinyatakan tiada. Memulai perjalanannya menuju keabadian.
Karena penyakit covid yang dideritanya, Bapak sendirian di saat - saat terakhirnya.
Tak ada kerabat dan handai taulan yang menyaksikan kepergiannya. Hanya tenaga medis yang berjuang mengembalikan detak jantungnya.
Suatu pagi empat tahun yang lalu. Ibu juga pergi dengan cara yang sama. Sendiri saat Sang Pencipta memanggilnya. Tanpa orang terkasih di sisinya.
Bapak dan Ibu memang selalu berkata. Sampai akhir hayat tak akan bergantung pada anak - anaknya. Tidak akan merepotkan. Tidak akan menyusahkan.
Keduanya pergi tanpa kami ada di sisi. Anak - anak yang seumur hidup telah disayangi. Setulus dan sepenuh hati.
Padahal kami sama sekali tidak keberatan direpotkan. Tak masalah disusahkan. Karena kami tahu apa yang kami lakukan tidak akan pernah sepadan.
Seluruh rintangan, hambatan, kesulitan yang telah dijalani. Letih dan lelah yang dialami. Demi membesarkan kami. Tidak akan pernah bisa terbalaskan. Sampai kapanpun jua.
Telah tertulis di langit bahwa jantung Bapak akan berhenti. Di suatu pagi di bulan April.
Empat tahun setelah ibu pergi. Hari dimana kami kehilangan pelita jiwa dan Bapak ditinggalkan separuh nyawanya.
Kami sadar sepenuhnya. Semenjak ibu pergi, hari - hari kami menjadi tak sama. Bapak pun tak lagi seperti dirinya. Saat masih ada ibu disampingnya.
Maka dari itu kepergian Bapak bagi kami sedikit berbeda. Walaupun tetap sedih tak terhingga. Tapi di hati kami terselip rasa lega. Semoga akhirnya Bapak bisa kembali bersama cintanya.
Hari ketika Bapak pergi. Menandai babak baru hidup kami. Hidup tanpa kedua orang tua.
Sekarang hanya doa yang bisa kami panjatkan. Harapan yang dilambungkan. Bahwa suatu hari kami akan berkumpul kembali.
Di surga-Nya yang abadi.
Ya ampun.. maaf baru tau Restu.. semoga amal ibadah Beliau diterimaNya
ReplyDeleteBu restu turut berduka cita iyaa,,semoga amal ibadah beliau di terima Allah SWT dan di tempatkan di surganya Allah aamiin,,sedih bacanyağŸ˜
ReplyDelete