Saya memutuskan untuk periksa kehamilan di Rumah Sakit Advent Bandung. Kenapa? As simple as karena saya pernah dirawat di sana dan makanannya enak. HAHAHAHAHA! #IbuAmatir.
Bukan deng, saya memang agak malas ke rumah sakit khusus bersalin karena menurut saya penuh. Yaiyalah, kalau sepi kan malah ngeri ya. Apalagi sampai harus antri berjam jam demi periksa dengan dokter populer. Nggak deh terimakasih. Menurut saya karena kehamilan ini proses natural jadi ya asal kondisi kita normal-normal saja, dokter kandungan mana saja bisa ngasih tahu apa yang harus dilakukan. Yah tidak menutup kemungkinan ada dokter kandungan yang ngawur atau kejam sih, tapi intinya saya tidak mau menghabiskan waktu untuk kebanyakan baca review. Tembak di tempat saja, pikir nanti.
Saya pilih Dr. Joice dengan alasan praktis : beliau praktek hari Senin-Kamis dari jam 8-15. Jadi perkiraan saya karena beliau dokter tetap dengan waktu praktek panjang, antriannya tidak akan menggila. Tidak banyak review tentang Dr. Joice di internet, tapi karena saat itu yang ingin saya tahu hanya apakah saya betul hamil atau tidak, jadi saya tidak begitu pusing perkara review. Apalagi saya tidak menemukan satupun review buruk tentang beliau. Yah saya sih mikirnya, kalau namanya dokter spesialis kandungan kan paling tidak pasti tahu lah hamil tidaknya seseorang plus normal atau tidaknya kandungan. Ya iyalah orang sudah khususon susah susah belajar parkara itu sampai bertahun-tahun. Kecuali mungkin dokternya ketiduran saat pelajaran "mendeteksi kehamilan dan normal atau tidaknya kandungan", nah itu baru mencurigakan.
Tapi saya yakinnya sih Dr. Joice nggak tidur waktu pelajaran-pelajaran itu. Kalaupun ketiduran kan bisa pinjem catatan (naon sih!). Jadi ya sudahlah kita percayakan saja pemeriksaan bayi sama beliau.
Tanggal 19 Oktober pergilah kami ke Advent. Pagi-pagi supaya sepi. Kami mendaftarkan diri sebagai pasien non asuransi. Ya iyalah, orang tidak punya asuransi. Tanpa babibu di meja pendaftaran saya langsung bilang ingin periksa dengan Dr. Joice. Proses pendaftaran tidak rumit, dalam 30 menit kami sudah duduk manis di ruang tunggu poliklinik kandungan.
Tidak lama saya dipanggil suster jaga. Ditimbang berat badan (yang bikin suami mendelik waktu tahu berat saya), dan diperiksa tekanan darah (alhamdulillah normal). Suster juga tanya kapan hari terakhir menstruasi terakhir saya. Saya jawab 15 Juli (karena catatan saya bilang begitu) dan saya ingatnya juga begitu. Si suster mencoret coret catatannya. Menghitung-hitung. Nampaknya bingung. Karena kalau dari hitungan hari terakhir menstruasi terakhir harusnya kehamilan saya sudah masuk minggu 15 atau dengan kata lain sudah trimester 2. Tapi sepertinya suster menilai saya tidak nampak seperti orang hamil 15 minggu karena perut saya belum begitu melembung (kecuali gara-gara lemak) dan saya tidak terlihat kepayahan (mungkin?).
Sampai tiga kali suster menanyakan hari terakhir menstruasi terakhir saya sampai saya hampir saja menyerah dan mau bohong saja bilang tanggal 17 agustus gitu biar sama seperti hari kemerdekaan atau 14 agustus supaya Boden Powell bangga. Tapi akhirnya saya lebih memilih untuk bertindak bijaksana dan menjelaskan kalau siklus datang bulan saya memang lama dan tidak teratur. Mendengar penjelasan saya suster masih tampak bingung jadi saya disuruh menunggu lagi sementara ia bertanya pada suster yang lebih senior.
Sambil menunggu saya disuruh banyak minum sampai ingin buang air kecil. Okelah saya nurut saja, minum yang banyak.
Waktu di Jerman, setiap kali saya ke dokter kandungan, sebelum bertemu dokter, biasanya saya disuruh ambil sample urine dan sample darah untuk dites. Jadi saya pikir waktu saya disuruh minum yang banyak, saya bakal disuruh tes urine.
Setelah rasa ingin buang air kecil muncul, saya panggil suster. Suster menyuruh saya masuk ke dalam ruang periksa. Suami tetap duduk saja tenang-tenang di sofa, karena dia pikir saya cuma tes urine saja. Ternyata saya dibawa ke ruang USG. Sambil melakukan USG, suster yang ini juga terlihat bingung. Mungkin lagi-lagi karena kekurang cocokan minggu kehamilan saya seharusnya dengan besar janin yang terlihat di layar (yang ini saya cuma bisa menduga sih, soalnya terus terang saya tidak bisa membedakan mana janin mana perut mana pundak lutut kaki (loh?). Berkali kali suster menggeleng-gelengkan kepala tanpa berkata apa-apa, sampai saya penasaran dan bertanya " kenapa sih sus? nggak ada bayinya?" yang dijawab suster dengan "ada sih...tapi sebentar ya saya telepon dokter dulu" kemudian tanpa babibu pergi beneran sambil menelepon.
Hampir 15 menit menunggu, datanglah ibu dokter. Tanpa kenalan, tanpa ngomong apa-apa langsung dengan sigap melakukan USG. "Wah sudah besar ini bayinya" ketik ketik, srat sret srat sret "9 minggu".
Mendengar hal tersebut saya cuma bengong. Apalagi waktu bu dokter memperdengarkan detak jantung bayi "Tuh, detak jantungnya".
Karena waktu test pack pertama, test pack canggih 11 euro made in Germany menyatakan usia kandungan saya 2-3 minggu, saya pikir usia kandungan saya waktu ketemu dokter, tiga minggu setelahnya, paling baru sekitar 5-6 minggu. Hal yang pertama terlintas dalam pikiran saya, mblaik kalau 9 minggu berarti ini bayi saya ajak part time dong Agustus kemarin :)))
Otomatis saya langsung bertanya "Tapi normal kan dok bayinya? soalnya.." yang langsung dipotong oleh dokter dengan "yaaaa...ini kan proses ya, saya tidak bisa bilang ini normal atau tidak, masih panjang".
Mungkin dokter mengira saya menanyakan ini bayi bisa lahir normal atau tidak, padahal yang ingin saya tanyakan ini bayi normal atau tidak kondisinya sesuai umurnya, soalnya lagi lagi saya kepikiran kan waktu masa-masa gawat dia saya ajak part time dan keliling Pompeii :|
Akhirnya saya bilang saja terus terang sama dokter kalau saya baru pulang dari luar negeri dan ini pertama kalinya saya lihat si jabang bayi. Malahan ini pertama kalinya saya yakin kalau saya hamil :)))
Dokter akhirnya paham kekhawatiran saya. "Sejauh ini oke kok" katanya. Saya menanyakan perkara hari terakhir menstruasi terakhir saya yang tidak sesuai dengan usia kandungan, dokter bilang wajar karena siklus saya lama mungkin waktu bulan Agustus, sesaat sebelum telur berguguran, telur sudah terlanjur dibuahi jadi nampak seperti tidak dapat dua bulan.
Dr. Joice ternyata orangnya tidak terlalu banyak berbicara, cuma menanyakan vitamin yang sudah saya minum dan memberitahu jadwal kontrol berikutnya. Ditulislah resep vitamin tambahan yang harus saya tebus. Saya bertanya tentang berat badan saya yang overweight dan kekhawatiran saya kalau saya bakalan terlalu besar dan hamilnya jadi berisiko. Dokter bilang "ya sudah bagaimana lagi, namanya juga hamil. Jangan banyak makan gula dan minyak biar tidak terlalu besar"
Kemudian saya bertanya obat batuk apa yang bisa saya minum, soalnya saya sudah dua minggu batuk, dan dokter menuliskan resep obat batuk alami. Sunkist, grapefruit, lemon hijau, bawang putih, bawang bombay. Direbus. Disaring airnya, minum 3 kali sehari dua sendok makan. Udah kayak ramuan ajaib.
*Btw obatnya manjur juga loh, walaupun rasanya nggak karu karuan :)))*
Setelahnya, karena walaupun saya tau malu bertanya sesat di jalan tapi saya betul betul sudah tidak tahu mau tanya apalagi dan dokter juga sepertinya tidak punya sesuatu lagi yang ingin disampaikan, akhirnya setelah 10 menit saya pamit pulang.
Sampai di ruang tunggu lagi saya baru ingat. Lha ini suami kok ditinggalin aja diluar. Nggak lihat bayi kan jadinya. Begonya saya, waktu lagi menunggu dokter untuk USG saya bukannya minta tolong suster untuk manggil suami supaya datang menemani, saya malah tenang-tenang saja berbaring sambil ngantuk. Hehehe!
Dasar amatir. Ya lain kali aja ya bayi dilihat live sama ayahnya :))))
No comments:
Post a Comment