Membayar belanja di kasir, menurut saya, adalah kegiatan sehari hari paling menegangkan di Jerman. Di sini, barang-barang belanjaan harus dimasukan sendiri ke kantung belanjaan, kasir cuma perlu menggeser geser barang belanjaan di atas mesin pembaca barcode. Sebanyak apapun belanjaannya, waktu yang dibutuhkan untuk melayani setiap pembeli paliiiiiing lama 30 detik. Masalahnya orang Jerman, entah kenapa, selalu terburu buru dan mereka paling sebal mengantri (Mungkin karena itu orang Jerman jago bikin mobil mobil paling cepat di dunia. Mereka hobi ngebut. Bayar kasir aja ngebut). Akhirnya saya selalu deg degan setiap kali akan membayar belanjaan. Tambahan lagi saya masih kurang familier dengan uang euro. Biasanya kalau sudah kesulitan mikir antara masuk masukin segala ayam telor susu mentega paprika ke kantong belanjaan dan bayar, saya kasih aja uang pecahan besar sehingga kasir tinggal memberi uang kembalian. Masalahnya kebanyakan bayar pakai uang pecahan besar menimbulkan persoalan baru : belanja akhir minggu atau bulan jadi lebih sulit karena uang saya receh semua.
Seperti saya bilang, saya belum familier dengan uang euro. Uang receh disini ada pecahan 2 euro, 1 euro, 50 cents, 20 cents, 10 cents, 2 cents, dan 1 cents. Sampai pecahan 20 cents saya nggak bingung-bingung amatlah. Tapi kalau yang menumpuk uang 1 cents itu baru rada lama mikirnya.
Akhirnya setiap kali belanja dengan uang receh, saya selalu hitung total belanjaannya dalam hati, kemudian mojok dulu buat ngitung uang receh yang saya punya supaya jumlahnya pas. Untungnya orang sini nggak ada yang suka ngeliatin atau pengen tau urusan orang. Jadi saya bisa dengan nyaman mojok deket selai selai atau roti roti atau apapun lah yang bisa dipojokin kemudian menghitung satu…dua…tiga…kadang pakai bahasa Indonesia, kadang Inggris, kadang Jerman, kadang Jawa (hehe!). Riweuh lah. Mana saya ini nggak jago ngitung-ngitung uang begini. Kan saya dulu nggak keterima waktu melamar kerja di berbagai bank karena nggak jagoan ngitung :P. Mungkin harusnya saya ikut Kumon dulu sebelum pergi ke sini. Ckckck!
Problematika transaksi di kasir tidak berhenti setelah saya berhasil menghitung uang. Sudah dihitung pun saya masih suka deg degan depan kasirnya. Mereka nggak pernah protes sih saya bayar belanjaan dengan berbagai macam uang cents. Merekapun dengan sabar bersedia menghitung tumpukan uang receh itu. Masalahnya kalau saya salah hitung dan uangnya kurang, saya suka bingung berapa yang mereka minta, pan ngomongnya pake Jerman, Schwabisch pulak alias medoknya Jerman. Kalau sedang kejadian begitu saya suka bengong dulu 5 detikan buat mencerna keadaan. Beruntung jika saya bisa mendengar berapa yang diminta dan memberikan keping receh yang tepat, kurang beruntung kalau yang saya dengar cuma "sweizesweizzz" hingga biar aman saya kasih receh pecahan gede dengan akibat uang receh yang sudah saya hitung sepenuh hati di pojokan kembali lagi sebagian pada saya.
Tambahan : udahlah acara bayar membayarnya lebih tegang daripada pemeriksaan imigrasi buat masuk Jermannya sendiri, entah kenapa tiap saya bayar di kasir selalu ada orang Jerman mengantri di belakang, yang dengan tampang kaku, mengetuk ngetuk kaki ke lantai dengan tak sabar. Ya nasib ya nasib.
orang jerman itu yah emang deh.. :))))
ReplyDeleteKasihin aja duitnya tu.. biar kasirnya yang milih..
ReplyDeleteMalah dilempar ama tu koin2 kali ya.. Hahaha..
Ngasih setumpuk koin udah pernah. Tambah lama pehlus dicemberutin :))))
DeleteEmang di jerman gak bisa bayar pakai pin (atm) tu? Di belanda kami jarang sekali bayar pakai cash.
ReplyDeleteYa bisa...klo belanja ama Fariz sih ya pake kartu. Masalahnya gw nggak punya atm sini..orang cm duit belanja doang...ngapain direkeningin...hahaha!!
Delete